Oleh: Suandri Ansah / Yuliawan A

Poskaltim.com , Jakarta – Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menjelaskan bahwa perpajakan menjadi tumpuan utama penerimaan negara. Porsinya mencapai lebih dari 80%. Namun, sudah lebih dari 5 tahun realisasi penerimaan pajak tidak pernah tercapai.

Peneliti Indef, Nailul Huda mengatakan, jika target penerimaan tercapai, maka belanja negara juga lancar. Masalahnya, menurut catatan Indef, realisasi penerimaan pajak tidak pernah tercapai.

“Terakhir penerimaan perpajakan mencapai target adalah tahun 2008 dimana artinya itu terjadi 10 tahun yang lalu,” ujarnya dalam diskusi bertajuk Membedah Penerimaan RAPBN 2020 di Jakarta, Kamis (22/8).

Dalam Buku II Nota Keuangan dan RAPBN 2020, pemerintah menargetkan penerimaan perpajakan sebesar Rp1.861.769,6 miliar. Target ini naik sebesar 13,3 persen jika dibandingkan dengan outlook APBN tahun 2019.

Optimisme penerimaan perpajakan tahun 2020 menurut pemerintah dipengaruhi oleh peningkatan aktivitas ekonomi, peningkatan harga komoditas utama dunia, dan dampak reformasi perpajakan.

Dalam rangka mencapai target tersebut, pemerintah akan menerapkan beberapa kebijakan umum di bidang perpajakan, yaitu memberikan insentif perpajakan untuk meningkatkan investasi, daya saing dan kualitas SDM.

Kedua, melakukan optimalisasi penerimaan perpajakan melalui perbaikan administrasi dan peningkatan kepatuhan perpajakan. Ketiga, melakukan penyelarasan peraturan dengan kesepakatan internasional.

Senada dengan Nailul, Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN), Andreas Eddy Susetyo mengatakan bahwa capaian penerimaan pajak selama 10 tahun terakhir belum pernah mencapai target. Pada sisi lain Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) selalu melampaui target.

“Namun trennya menurun dipengaruhi oleh harga komoditas,” ujarnya ditemui di Kompleks DPR, RI kemarin (21/8).
Menurut Andreas, berkaca dari penerimaan perpajakan Semester 1 tahun 2019, dinamika perpajakan patut diwaspadai dengan pertumbuhan yang hanya 3,75% yoy. Sampai 10 tahun terakhir, katanya, Indonesia belum bisa lepas dari komoditi tren.

“Kita masih sangat tergantung kepada harga komoditas. Sehingga menjadi pertanyaan reformasi perpajakan yang selama 10 tahun terakhir ini kemana hasilnya?” katanya.(YAN/INI Network)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here