Oleh: Yuliawan A
Poskaltim.com, Samarinda – Suara hentakan kayu yang saling berbenturan terdengar bersahut-sahutan. Saat itulah aktivitas para wanita di Kelurahan Kampung Tenun, Kecamatan Samarinda Seberang memulai hari.
Terlihat tujuh orang pengrajin tenun samarinda seakan berlomba dengan waktu untuk menghasilkan kain-kain berkualitas. Suara hentakan kayu yang terdengar berasal dari suara alat tenun bukan mesin (ATBM) yang biasanya berada di depan rumah warga.
Gulungan benang aneka warna, sehelai demi sehelai disatukan hingga menjadi untaian kain yang memiliki aneka motif. Rata-rata bermotif kotak-kotak khas sarung samarinda.
“Biasanya satu kain ukuran sarung kami kerjakan selama dua hari. Setelah selesai kami setor ke pengepul ataupun toko penjual langsung. Harganya tergantung dengan bahan, antara Rp200.000 hingga Rp300.000,” ujar Suarna (35 th) menuturkan di siang Senin (11/11) yang cukup terik.
Dikatakannya, ada dua sistem kerja sama yang dilakukan disini, yaitu penenun memproduksi kain dengan modal benang sendiri dan menjual hasil jerih payahnya. Ataupun sistem pengupahan dan dengan modal benang dari “juragan”.Walaupun saat ini kain sarung hasil mesin tenun pabrik sudah banyak dipasaran dengan harga jauh lebih murah, namun, peminat kain hasil tenun ATBM ini masih tinggi. Selain motif kotak, ada juga yang telah pandai mengolah pola atau motif ukiran dayak yang dibubuhkan di atas sarung samarinda untuk perempuan.
Sedangkan benang yang digunakan adalah jenis sutera yang diimpor dari Cina dengan harga Rp4,5 juta per Kilogramnya dan benang sutera nomor dua dari Surabaya dengan harga lebih murah yaitu sekitar Rp1,25 juta per kilogramnya.
Seorang pembeli dari Semarang bernama Hendro merasa bersyukur dapat melihat proses tenun pembuatan sarung samarinda yang masih dilestarikan hingga kini.
“Saya membeli beberapa potong buat oleh-oleh. Karena sarung samarinda ini begitu terkenal sejak dulu, tetapi baru sekarang saya bisa membeli, bahkan melihat langsung proses pembuatannya,” ujarnya.(YAN)