Oleh: Muhajir / Yuliawan A

Poskaltim.com, Jakarta – Ditengah gelombang aksi massa demonstrasi mahasiswa, ternyata, Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS) luput dari sorotan dalam aksi protes mahasiwa selama tiga hari belakangan ini. Meski sejak awal RUU ini sudah hujan kritik, namun fokus utama mahasiswa hanya terfokus pada Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

Apakah dengan alasan itu DPR secara diam-diam akan mengesahkan RUU kontroversial tersebut? Ketua DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengatakan, RUU itu kemungkinan disahkan dalam rapat paripurna Kamis besok (26/9).

Dia menjelaskan, agenda paripurna besok adalah pengambilan keputusan terkait Undang-Undang (UU) yang telah selesai dibahas. Namun, ia tidak merinci RUU apa saja yang akan disahkan.

“Mungkin (RUU) PKS kalau sudah selesai pembahasannya,” kata Bamsoet di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (25/9). Kemungkinan itu semakin besar jika pembahasan di pengambilan keputusan tingkat I disetujui oleh DPR dan pemerintah.

Sementara, Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), menyebut masih akan dilakukan pendalaman terkait pasal-pasal bermasalah. Bamsoet menyerahkan pembahasannya kepada Komisi VIII.

“Kita serahkan pada Komisi VIII dan panja-nya, untuk menyelesaikan dan menuntaskan,” katanya.

Jika menyimak pernyataan DPR selama ini, RUU P-KS belum disahkan karena RKUHP belum disahkan. Bahkan Komisi VIII juga telah menyatakan takkan mengesahkan sebelum kitab undang-undang disahkan terlebih dahulu.

“Enggak mungkin bisa selesai kalau RKUHP belum beres,” kata Wakil Ketua Komisi VIII DPR yang juga Ketua Panitia Kerja RUU PKS, Marwan Dasopang, pada 28 Juli lalu.

Polemik RUU P-KS

RUU PK-S selama ini masih menuai kontroversi di tengah masyarakat. Ininkarena poin dalam RUU itu dinilai merusak moralitas yang selama ini dianut oleh masyarakat Indonesia.

Sementara, di internal DPR beberapa poin juga masih menjadi perdebatan. Beberapa poin itu antara lain:

1. Perdebatan Judul
Komisi III menyebut judul RUU P-KS itu masih menjadi perdebatan. Ada yang mengusulkan istilah tindak pidana penghapusan kekerasan seksual, ada juga yang mengusulkan tindak pidana kejahatan seksual, ada yang mengusulkan undang-undang ketahanan keluarga.

“Itu semua tentu memiliki implikasi terhadap pasal-pasal turunannya,” kata Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Ace Hasan Syadzily, di Jakarta pada Sabtu (21/9).

2. Mengenai Defisi Kekerasan Seksual
Perdebatan kedua yakni terkait definisi kekerasan seksual. Wakil Ketua Komisi VIII, Marwan Dasopang, mengakui definisi kekerasan seksual masih terdapat makna ganda.

“Definisi ini oleh teman-teman anggota panja menganggap bermakna ambigu. Kalau dipahami sebaliknya bisa menjadikan undang-undang ini terlalu bebas,” kata Marwan.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Ace Hasan Syadzily, mengatakan fraksi PKS dan seolah elemen masyarakat masih menolak definisi. “Jangan sampai ada pasal-pasal yang bisa menimbulkan kontroversi tetapi upaya untuk menghilangkan adanya kekerasan terhadap perempuan dan anak akibat dari kekerasan seksual,” kata Ace.

3. Menunggu RUU KUHP Rampung
Nah, salah satu alasan DPR belum mengesahkan RUU tersebut karena RKUHP belum rampung. Marwan mengatakan, pengesahan tidak bisa jika RKUHP belum disahkan.

Itu enggak bisa, kalau kita sahkan nanti ya salah semua. Yang tidak salah itu hanya pencegahan dan rehabilitasi. Tapi untuk membuat orang jera dan hukuman terhadap pelaku akan berubah semua. Bubar lagi UU itu,” kata Marwan.

Ini karena ada enam pasal yang akan disesuaikan dengan RUU KUHP. Enam poin pasal itu di antaranya pelecehan seksual, eksploitasi seksual, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan aborsi, pemaksaan perkawinan, pemaksaan pelacuran, perbudakan seksual dan penyiksaan seksual.

Tentu, jika DPR mengesahkan RUU P-KS pada paripurna besok, maka ada pernyataan yang dilanggar. Ada inkonsistensi yang dilakukan oleh anggota parlemen di Gedung DPR. (Aza/YAN/INI Network)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here