Oleh: Suandri Ansah / Yuliawan A
Poskaltim.com, Jakarta – Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyatakan bahwa kebebasan berkumpul, berserikat dan berpendapat di depan umum adalah hak konstitusional. Dijamin konstitusi (Pasal 28E (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia).
Oleh karena itu, PP Muhammdiyah mengutuk sikap represif dan praktik kekerasan yang dilakukan kepolisian dalam mengamankan aksi demonstrasi akhir-akhir ini. Muhammadiyah mendorong Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memastikan sikap represif aparat tidak terulang.
“Kami mengetuk nurani Presiden Jokowi untuk meminta maaf atas kelalaian negara sehingga terjadi tindakan kekerasan terhadap gerakan mahasiswa,” ujar Wakil Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Maneger Nasution.
Muhammadiyah mendorong Presiden menggunakan mandatnya menghentikankesewenang-wenangan aparat. Muhammadiyah menegaskan agar pemerintah bertanggung jawab terhadap korban kekerasan kepolisian.
Manager mengatakan, Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat Muhammadiyah beserta jejaringnya mempertimbangkan mengusulkan agar Presiden membentuk semacam TGPF independen. Melibatkan masyarakat sipil untuk pengusutan.
“Jangan sampai kasus ini seperti tragedi Novel Baswedan yang hingga kini tidak ada tanggung jawab negara,” katanya.
Tim Advokasi untuk Demokrasi mencatat ada 93 laporan orang hilang setelah demonstrasi di Gedung DPR, Jakarta, 24-25 September kemarin. Mereka adalah mahasiswa dari beberapa kampus, pelajar STM, termasuk sipil biasa.(YAN/INI Network)