Oleh: Yuliawan A
Poskaltim.com, Samarinda — Persoalan lingkungan hidup mendorong Pemprov Kaltim untuk membuat Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPP-LH). Tetapi pembuatan Raperda tersebut diminta untuk ditunda karena dianggap terburu-buru dan tidak melibatkan partisipasi masyarakat.
Dosen Hukum Agraria dan Sumber Daya Alam, Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Dr. Haris Retno, SH. MH mengatakan, dalam proses penyusunan Raperda RPP-LH sudah seharusnya dilakukan sosialisasi yang mendalam, khususnya terkait substansi dokumen. Analisis juga seharusnya bisa melibatkan akademisi secara luas dengan berbagai disiplin ilmu.
“Konsultasi publik jangan hanya sekali. Perwakilan masyarakat hanya sedikit dilibatkan, termasuk korban kerusakan lingkungan seharusnya dihadirkan. Jika hal ini tidak dilaksanakan, maka konsultasi publik yang dilakukan hanya bersifat semu,” ucap Retno yang juga tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Kaltim, Selasa (13/8).
Dijelaskannya, inisiatif Pemprov Kaltim merancang Raperda ini harusnya bisa jadi harapan bagi masyarakat untuk upaya konkrit menjawab persoalan lingkungan. Tetapi dalam rancangan regulasi itu justru hanya terlihat sekedar menjalankan perintah undang-undang saja.
“Raperda harusnya tidak hanya memuat dasar yuridis saja. Tapi juga memuat tentang dasar filosofis dan sosiologis yang mendasari pentingnya dibuat regulasi di tingkat daerah,” imbuhnya.
Retno juga menilai soal urgensi Raperda RPP-LH itu. Selain perintah UU, dan kewajiban pemerintah, serta menjadi dasar penyusunan dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah.
“Oleh karena itu penyusunan Raperda RPP-LH harus dilakukan teliti, hati-hati, transparan dan sesuai dengan situasi dan kebutuhan nyata masyarakat,” pintanya.
Sementara itu, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kaltim juga memiliki pandangan yang sama. Raperda RPP-LH ini dinilai harus ditunda terlebih dahulu sebelum disahkan. Lantaran, dalam penyusunan regulasi tersebut belum mampu memotret situasi yang sebenarnya di lapangan. Kondisi nyata yang terjadi di daerah harus dibunyikan dalam raperda tersebut, baik dalam ketentuan menimbang maupun dalam batang tubuhnya.
“Makanya kami minta raperda ini ditunda dahulu. Kondisi kerusakan lingkungan dan krisis ekologi di Kaltim harus dimuat secara tegas dalam regulasi. Begitu juga arah perencanaan pemulihan lingkungan harus jelas diatur,” ujar Kepala Departemen Advokasi dan Kampanye Walhi Kaltim, Hafidz Prasetiyo.(YAN)