Oleh: Rudi Hasan
Poskaltim.com, Jakarta – Setelah UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan UU KPK diberlakukan, Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Adnan Topan Husodo, mencermati kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) semakin menurun.
Dia membandingkan frekuensi jadwal pemeriksaan saat ini dengan dua pekan lalu sebelum revisi UU itu diberlakukan. “Ini jelas, dengan UU KPK baru, KPK enggak bisa bekerja,” kata Adnan, Senin (28/10).
Kemarin, KPK hanya mengagendakan pemeriksaan sembilan saksi dan satu tersangka terkait dugaan kasus korupsi. Sebelumya, dalam sehari. KPK bisa memeriksa hingga lebih dari 20 orang untuk mengusut berbagai kasus korupsi.
Adnan melihat KPK kini kurang leluasa menyelisik kasus korupsi. Pasalnya, banyak aturan baru yang menjadi batu sandungan, terutama terkait dengan penyidik dan penyelidik independen.
Dia menuturkan, saat ini internal KPK juga bertanya-tanya apakah penyelidik dan penyidik merela masih bisa bekerja. Pasalnya, selama ini KPK merekrut penyidik independen dan statusnya bukan ASN.
“Sekarang harus ASN kan? Nah, ketika mereka tidak bisa bekerja ya tentu KPK enggak bisa melakukan upaya hukum meskipun di depan mata mereka ada praktek korupsi,” kata Adnan.
Di sisi lain, dia melihat KPK akan diberondong praperadilan. Sebab UU baru ini memberi peluang praperadilan lebih besar. Hal ini akan menjadi jelah hukum bagi para tersangka, untuk lolos.
Maka ujungnya, lagi-lagi Presiden Jokowi diingatkan untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) KPK. Dia menilai hal inilah satu-satunya jalan merevisi regulasi dan menguatkan pemberantasan korupsi.
Secara perinci, Adnan menyebut Perppu KPK harus bisa mengembalikan regulasi ke yang lama. Lalu dilakukan pembahasan ulang rerkait UU KPK baru, bersama dengan stakeholder terkait. “Diinvetarisasi ulang masalahnya untuk kemudian dibahas ulang bersama DPR,” kata Adnan. (YAN/INI Network)