Oleh : Ahmad ZR / Yuliawan A
Poskaltim.com, Jakarta – Imam Besar Habib Rizieq Shihab (IB HRS) kembali muncul di media dan menjadi sorotan publik. Informasi yang simpang siur dan ketidaktegasan pemerintah dalam menangani masalah ini, membuat masyarakat kerap menjadi korban salah informasi.
Ketua DPP Persaudaraan Alumni 212 (PA 212) Ustaz Slamet Maarif memberikan klarifikasi terkait surat bukti cekal dan masa visa Imam Besar Habib Rizieq Shihab (IB HRS). Dia menyebutkan banyak pemberitaan yang menyatakan IB HRS dilarang pulang ke Tanah Air karena overstay.
“IB HRS bukan tidak berani pulang, akan tetapi kepulangan beliau terhalang oleh hambatan yang bersifat politis yang bersumber dari pihak Indonesia,” kata Slamet dalam konferensi pers di kantor DPP FPI, Jakarta, Senin (11/11).
Slamet menjelaskan, hambatan tersebut disebabkan oleh persepsi yang salah terhadap lB HRS. Pihak yang memberikan hambatan tersebut selalu mempersepsikan IB HRS sebagai musuh yang keberadaannya tidak diinginkan di Indonesia.
“lni dapat kita lihat dari postingan salah satu buzzer penguasa yang menyatakan bahwa IB HRS memang diskenariokan untuk diasingkan,” katanya.
Dalam kesempatan itu, ia juga merespons pernyataan yang mempertanyakan suratnya. Slamet menjelaskan, surat tersebut sudah lama ada, namun selama ini IB HRS menjaga martabat negara Indonesia dalam hubungan dengan pihak Kerajaan Saudi.
“IB HRS selama ini masih menghargai eksistensi NKRI dan menjaga kondusivitas situasi dan kondisi yang ada,” ujarnya.
Pernyataan dari mantan Menko Polhukam Wiranto yang menyatakan bahwa negara juga perlu mempertahankan eksistensinya justeru memperkuat indikasi bahwa para penguasa memang tidak menghendaki keberadaan IB HRS di Indonesia. Slamet menyatakan tidak ada satu pun kehendak dari IB HRS untuk menghancurkan eksistensi NKRI.
“Apa yang dilakukan oleh IB HRS selaku ulama adalah semata-mata menjalankan kewajiban agama, menegakkan amar ma’ruf nahi munkar dan menasehati penguasa agar tidak bertindak sewenang-wenang atau melakukan kezhaliman,” tuturnya.
Apabila dari amalan tersebut, pihak penguasa mempersepsikan seolah-olah perbuatan tersebut mengancam eksistensi negara, maka tentu ini ada yang salah dalam logika berpikir penguasa dalam mengelola negara. Ia menegaskan, negara ini bukan milik para penguasa, negara ini adalah milik rakyat Indonesia.
“Sebagai pemilik tentu saja diluar logika sehat bila ada yang berflkir pemilik mengancam eksistensi kepemilikannya,” tuturnya. (YAN/INI Network)